All about toxic positivity
Setiap
hari bahkan setiap detik, kita sering mendengar ayo jangan menyerah atau
semangat kawan. Kata-kata itu memiliki dua makna bsa positif atau negatif.
Dapat dibilang bermakna positif jika memberi efek yang baik dan membuat kita
bersemangat. Namun, dapat bermakna negatif, jika membuat kita menjadi merasa
rendah diri, pesimis dan menyebabkan gangguan psikis. Apalagi jika yang memberi
semangat adalah orang yang lebih sukses dan beruntung segalanya dari kita.
Kemudian efek yang ditimbulkan menyebabkan kita bertanya-tanya pada diri kita
‘enak ya hidup lu selalu mujur dan apa yang lo cita-citakan selalu terwujud’.
Kata-kata semangat yang tadinya ditujukan untuk memberi efek positif justru
menjadi kata-kata yang bersifat toxic
alias racun bagi tubuh, hati dan pikiran.
Pada 11 Februari 2019 lalu, dr. Jiemi Ardian,
seorang residen psikiatri di RS Muwardi Solo, mengunggah pesan di akun
Instagramnya tentang toxic positivity. Dalam unggahan tersebut, ia mendikotomi
antara ekspresi-ekspresi empati dan ucapan yang mengandung toxic positivity. istilah
populer yang mengacu pada situasi ketika seseorang secara terus menerus
mendorong kenalannya yang sedang tertimpa kemalangan untuk melihat sisi baik
dari kehidupan, tanpa pertimbangan akan pengalaman yang dirasakan kenalannya
itu atau tanpa memberi kesempatan kenalannya untuk meluapkan perasaannya. Jiemi
menyuguhkan contoh-contoh ucapan yang lebih menunjukkan empati untuk diucapkan
kepada orang-orang yang dirundung musibah. “Dalam keadaan ini, sepertinya sulit
ya melihat hal-hal yang baik. Saya mencoba memahami”, “Wajar jika kita merasa
kecewa dalam keadaan ini”, “Aku pikir kamu pasti merasa berat saat ini, ya…”
adalah beberapa contoh ujaran yang bisa lebih dulu diungkapkan saat melihat
kenalan diliputi perasaan negatif alih-alih mencekokinya langsung dengan
dorongan berpikir atau bersikap positif.
Dalam Newsweek, profesor psikologi dari Bowdoin
College, AS, Barbara Held, menyatakan bahwa toleransi rendah terhadap
orang-orang yang tak bisa melihat sisi baik dari suatu peristiwa buruk sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang orang-orang yang bersedih
diharapkan cepat pulih dan semangat dalam menjalani kehidupan. Alih-alih
membantudengan berdalih membantu, kata-kata klise yang positif justru menambah
beban dan membuat orang lain makin minder. “Tirani sikap positif punya dua
komponen: pertama, kamu merasa buruk saat diliputi rasa duka, kemudian kamu
dibuat merasa seolah cacat kalau kamu tidak bisa bersyukur atas hal-hal yang
kamu miliki, melanjutkan hidup, atau fokus pada hal positif,” tambah Held.
Saat seseorang yang sedang tertekan memaksakan
diri untuk tetap positif atau senang, bahkan mungkin mencoba pura-pura positif
sampai hal itu sungguh-sungguh terjadi, kecenderungan yang terjadi adalah
seseorang menyalahkan diri sendiri karena tidak sesuai ekspektasinya. Penyalahan
diri ini bersamaan dengan rasa kecewa akibat harapan yang tak tercapai dan akan
menjadi racun bagi diri seseorang tersebut.
Solusi
ketika seseorang berhadapan dengan teman atau
kenalan yang ditimpa kesedihan seharusnya kita sebagai pendengar yang baik
tidak serta merta merespon, menasihati dan menjudge bahwa tindakan yang
dilakukan orang terkena depresi itu salah. Kita juga sebagai pendengar yang
baik jangan terlalu terburu-buru memberi semangat kepadanya, bisa jadi Ia hanya
mau berkeluh kesah menyampaikan isi hatinya supaya bebannya berkurang.
Pertanyaan seperti “apa yang mebuatmu bersedih, apa yang
membuatmu menyerah” itu hal yang tepat untuk ditanyakan kepada orang yang
tertekan. Kita boleh memberikan ide,
sudut pandang atau solusi jika Ia meminta saran dan pendapat kita. Istilahnya kita
sebagai pendengar tidak boleh mendahului. Sebagai pendengar kita boleh mengatakan
“sebaiknya kamu minta maaf dulu karena hal itu membuatmu lebih baik” asalkan
dia telah selesai bicara dan dia benar-benar sudah tenang emosionalnya. Bagi
orang yang dirundung kemalangan sendiri, hal terbaik yang dapat dilakukan saat
merasakan emosi-emosi negatif adalah dengan menerimanya. Bagi Susan David,
emosi negatif itu natural. Hanya dengan mengakui dan membiarkannya ada tanpa
buru-buru ditimpa sikap positif semu, seseorang mampu bersikap jujur menghadapi
realitas. Tak perlu hidup dalam angan-angan bahwa bersikap positif nonstop
adalah suatu kebaikan.
Comments